Apa arti orang yang mengikuti kehendak Tuhan dan apa arti kesaksian yang benar tentang kepercayaan kepada Tuhan

Ayat Alkitab untuk Referensi:

“Nuh adalah orang yang benar dan tidak bercela di dalam generasinya, dan Nuh berjalan bersama Tuhan. Nuh memiliki tiga anak, Sem, Ham, dan Yafet. Namun bumi sudah rusak di hadapan Tuhan dan penuh dengan kekerasan. Tuhan memandang bumi itu dan melihat bumi memang sudah rusak, karena semua manusia sudah berdosa dalam cara hidupnya di bumi. Lalu Tuhan berfirman kepada Nuh: ‘Akhir semua makhluk hidup sudah ada di hadapan-Ku; karena bumi penuh dengan kekerasan oleh mereka, maka Aku akan menghancurkan mereka bersama-sama dengan bumi. Buatlah sebuah bahtera dari kayu gofir; petak-petak ruang haruslah engkau buat di dalamnya dan engkau harus melapisinya dari luar dan dari dalam dengan pakal. … Dan dari segala makhluk yang hidup, satu pasang dari tiap jenis haruslah engkau bawa ke dalam bahtera itu, supaya hidup mereka tetap terpelihara bersama engkau; mereka haruslah jantan dan betina. Dari segala jenis burung, dan segala jenis ternak, dari segala jenis binatang melata di bumi, masing-masing satu pasang harus datang kepadamu, supaya hidup mereka tetap terpelihara. Dan bawalah bersamamu segala yang bisa engkau makan, dan engkau harus mengumpulkannya untuk menjadi makanan bagimu dan makanan mereka. Itulah yang dilakukan Nuh, tepat seperti yang Tuhan perintahkan, demikianlah dilakukannya” (Kejadian 6:9-22).

“Tuhan menguji kesetiaan Abraham dan berfirman kepadanya, Abraham: dan dia menjawab, Lihatlah, ini aku. Dan Dia berfirman: ‘Ambillah anak lelakimu, anak lelakimu satu-satunya, Ishak, yang engkau kasihi, bawalah ia ke tanah Moria, dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran, di salah satu gunung yang akan Kutunjukkan kepadamu.’ Maka Abraham bangun pagi-pagi benar dan memasang pelana keledainya lalu membawa dua orang bujang bersamanya dan Ishak anaknya; ia juga membelah kayu untuk korban bakaran itu lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang diperintahkan Tuhan kepadanya. … Tibalah mereka ke tempat yang Tuhan tunjukkan kepadanya, lalu Abraham mendirikan mezbah di sana, menyusun kayu dan mengikat Ishak, anaknya dan membaringkannya di mezbah itu, di atas kayu. Lalu Abraham mengulurkan tangannya dan mengambil pisau untuk menyembelih anak lelakinya” (Kejadian 22:1-10).

“Ada seorang laki-laki di tanah Us, yang bernama Ayub; dan ia adalah orang yang tak bercela dan jujur, ia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan” (Ayub 1:1).

“Lalu orang-orang Syeba menyerbu mereka dan menjarah kawanan domba, ya, mereka telah membunuh para hamba dengan mata pedang. Api Tuhan turun dari langit dan telah membakar kawanan domba dan para hamba dan menghanguskan mereka;hanya aku sendiri yang bisa lolos untuk memberitahukannya kepada tuan. Orang-orang Kasdim membentuk tiga barisan dan menyerbu unta-unta, dan menjarahnya, ya dan membunuh para hamba dengan mata pedang. Rumah itu menimpa orang-orang muda itu dan mereka mati. Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah, katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dengan telanjang aku juga akan kembali ke situ: Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh'” (Ayub 1:13-21).

Firman Tuhan yang Relevan:

Sekarang ini, Tuhan telah secara resmi memulai penyempurnaan manusia. Agar dapat disempurnakan, orang harus menjalani penyingkapan, penghakiman, dan hajaran oleh firman-Nya, mereka harus mengalami ujian dan pemurnian oleh firman-Nya (seperti ujian bagi para pelaku pelayanan), dan mereka harus mampu menghadapi ujian kematian. Arti dari hal ini adalah bahwa di tengah-tengah penghakiman, hajaran, dan ujian dari Tuhan, mereka yang benar-benar menaati kehendak Tuhan mampu memuji Tuhan dari hati mereka yang paling dalam, dan sepenuhnya menaati Tuhan serta meninggalkan diri mereka sendiri, dengan demikian mengasihi Tuhan dengan hati yang tulus, tak terbagi, dan murni; seperti itulah orang yang sempurna, dan itulah persisnya pekerjaan yang Tuhan berniat untuk melakukannya, dan pekerjaan yang harus dilaksanakan-Nya.

Dikutip dari “Mengenai Langkah-Langkah Pekerjaan Tuhan” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Yesus mampu menuntaskan amanat Tuhan—pekerjaan penebusan seluruh umat manusia—karena Dia memberi perhatian penuh pada kehendak Tuhan, tanpa membuat rencana dan pengaturan apa pun bagi diri-Nya sendiri. Jadi, Dia juga adalah sahabat karib Tuhan—Tuhan itu sendiri—sesuatu yang engkau semua pahami dengan sangat baik. (Sebenarnya, Dia adalah Tuhan itu sendiri yang tentang-Nya Tuhan memberi kesaksian. Aku menyinggungnya di sini untuk menggunakan kenyataan tentang Yesus guna mengilustrasikan perkara tersebut.) Dia mampu menempatkan rencana pengelolaan Tuhan sebagai pusat hidup, dan senantiasa berdoa kepada Bapa Surgawi serta mencari kehendak Bapa Surgawi. Dia berdoa, dan berkata: “Bapa! Terjadilah apa yang menjadi kehendak-Mu, dan bertindaklah bukan menurut keinginan-Ku tetapi menurut rencana-Mu. Manusia mungkin lemah, tetapi mengapa Engkau harus peduli terhadapnya? Bagaimana bisa manusia layak Engkau pedulikan, manusia yang seperti seekor semut di tangan-Mu? Dalam hati-Ku, Aku hanya ingin menyelesaikan kehendak-Mu, dan Aku ingin agar Engkau bisa melakukan apa yang akan Engkau lakukan di dalam-Ku sesuai dengan keinginan-Mu sendiri.” Dalam perjalanan menuju Yerusalem, Yesus merasakan kesakitan, seolah-olah pisau sedang ditusuk dan diplintir di jantung-Nya, namun Dia tidak memiliki niat sedikit pun untuk mengingkari perkataan-Nya; selalu ada kekuatan dahsyat yang mendorong-Nya menuju ke tempat Dia akan disalibkan. Akhirnya, Dia dipaku di kayu salib dan menjadi serupa dengan daging yang berdosa, menyelesaikan pekerjaan penebusan umat manusia. Dia melepaskan belenggu kematian dan alam maut. Di hadapan-Nya, kematian, neraka, dan alam maut kehilangan kuasa mereka, dan ditaklukkan oleh-Nya. Dia hidup selama tiga puluh tiga tahun, dan selama itu Dia selalu melakukan yang terbaik untuk memenuhi kehendak Tuhan sesuai dengan pekerjaan Tuhan pada saat itu, tidak pernah memikirkan keuntungan atau kerugian pribadi-Nya sendiri, dan selalu memikirkan kehendak Bapa. Karena itu, setelah Dia dibaptis, Tuhan berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Karena pelayanan-Nya di hadapan Tuhan selaras dengan kehendak Tuhan, Tuhan meletakkan beban berat untuk menebus semua umat manusia di kedua bahu-Nya dan membuat-Nya menyelesaikannya, dan Dia layak serta berhak untuk menyelesaikan tugas penting ini. Di sepanjang hidup-Nya, Dia menanggung penderitaan yang tak terkira bagi Tuhan, dan Dia dicobai oleh Iblis berkali-kali, tetapi Dia tidak pernah tawar hati. Tuhan memberi-Nya tugas yang sedemikian besar karena Dia memercayai-Nya, dan mengasihi-Nya, sehingga Tuhan secara pribadi berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.”

Dikutip dari “Bagaimana Melayani dalam Keselarasan dengan Kehendak Tuhan” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Mereka yang melayani Tuhan harus menjadi sahabat karib Tuhan, mereka harus berkenan kepada Tuhan, dan mampu menunjukkan loyalitas tertinggi kepada Tuhan. Apakah engkau melakukannya di belakang atau di depan umum, engkau dapat memperoleh sukacita Tuhan di hadapan Tuhan, engkau mampu berdiri teguh di hadapan Tuhan, dan terlepas dari bagaimana orang lain memperlakukanmu, engkau senantiasa menapaki jalan yang harus kaujalani, dan memberi perhatian penuh pada beban Tuhan. Hanya orang-orang seperti inilah yang adalah sahabat karib Tuhan. Sahabat karib Tuhan mampu melayani-Nya secara langsung karena mereka telah diberikan amanat agung Tuhan dan beban Tuhan, mereka mampu menjadikan hati Tuhan menjadi hati mereka, dan menjadikan beban Tuhan sebagai beban mereka sendiri, dan mereka tidak memikirkan prospek masa depan mereka: meskipun mereka tidak akan mendapatkan apa pun, mereka akan selalu percaya kepada Tuhan dengan hati yang mengasihi Dia. Karena itu, orang semacam ini adalah sahabat karib Tuhan. Sahabat karib Tuhan adalah orang kepercayaan-Nya juga; hanya orang kepercayaan Tuhan yang bisa ikut merasakan keresahan-Nya, dan pemikiran-Nya, dan meskipun daging mereka sakit dan lemah, mereka mampu menanggung rasa sakit dan meninggalkan apa yang mereka cintai demi memuaskan Tuhan. Tuhan memberi beban lebih banyak kepada orang-orang semacam itu, dan apa yang ingin Tuhan lakukan dipersaksikan dalam kesaksian orang-orang semacam itu. Dengan demikian, orang-orang ini memperkenan Tuhan, mereka adalah pelayan Tuhan yang berkenan di hati-Nya, dan hanya orang semacam ini yang bisa memerintah bersama Tuhan.

Dikutip dari “Bagaimana Melayani dalam Keselarasan dengan Kehendak Tuhan” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Bagi Tuhan, tidak masalah apakah seseorang itu hebat atau tidak penting, selama mereka dapat mendengarkan Dia, menaati perintah-Nya, melakukan apa yang Ia percayakan, dan dapat bekerja sama dengan pekerjaan, kehendak, dan rencana-Nya, sehingga kehendak dan rencana-Nya dapat diselesaikan dengan lancar, maka perilaku tersebut layak untuk diingat oleh-Nya dan layak untuk menerima berkat-Nya. Tuhan menghargai orang-orang semacam itu, dan Ia menghargai tindakan, kasih, dan kasih sayang mereka kepada-Nya. Inilah sikap Tuhan.

Dikutip dari “Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri I” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Ketika Ayub pertama kali menjalani ujiannya, semua harta bendanya dan semua anaknya diambil, tetapi dia tidak jatuh atau mengatakan apa pun yang merupakan dosa terhadap Tuhan dari ujian tersebut. Dia telah mengalahkan pencobaan Iblis, dan dia telah mengalahkan harta bendanya, keturunannya, dan ujian kehilangan semua harta duniawinya, yang berarti dia mampu menaati Tuhan saat Dia mengambil segala sesuatu darinya dan dia mampu memberikan pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan karena apa yang Tuhan lakukan. Begitulah perilaku Ayub selama pencobaan pertama dari Iblis, dan itu juga merupakan kesaksian Ayub selama ujian pertama Tuhan. Dalam ujian kedua, Iblis mengulurkan tangannya untuk menyakiti Ayub, dan walaupun Ayub mengalami penderitaan yang lebih berat daripada yang pernah dirasakannya sebelumnya, tetapi kesaksiannya itu cukup untuk membuat orang-orang merasa sangat takjub. Dia menggunakan ketabahan, keyakinan, dan ketaatannya kepada Tuhan, serta rasa takutnya akan Tuhan, untuk sekali lagi mengalahkan Iblis, dan perilakunya serta kesaksiannya sekali lagi diperkenan dan disukai oleh Tuhan. Selama pencobaan ini, Ayub menggunakan perilakunya yang sebenarnya untuk menyatakan kepada Iblis bahwa rasa sakit pada tubuhnya tidak dapat mengubah iman dan ketaatannya kepada Tuhan atau merampas pengabdiannya kepada Tuhan dan sikapnya yang takut akan Tuhan; dia tidak akan meninggalkan Tuhan atau menyerahkan hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya sendiri karena dia menghadapi kematian. Tekad Ayub membuat Iblis menjadi takut, imannya membuat Iblis gentar dan gemetar, intensitas yang dengannya dia berperang melawan Iblis selama peperangan antara hidup dan mati mereka, melahirkan kebencian dan kemarahan yang mendalam kepada Iblis; hidupnya yang tak bercela dan kejujuran Ayub membuat Iblis tidak mampu berbuat apa pun lagi kepadanya, sehingga Iblis menghentikan serangannya terhadap dia dan menghentikan tuduhannya terhadap Ayub yang didakwakannya di hadapan Tuhan Yahweh. Ini berarti bahwa Ayub telah mengalahkan dunia. Dia telah mengalahkan tubuhnya. Dia telah mengalahkan Iblis, dan dia telah mengalahkan kematian; dia benar-benar dan sepenuhnya merupakan manusia kepunyaan Tuhan. Selama kedua ujian ini, Ayub tetap teguh dalam kesaksiannya, dan benar-benar menghidupi hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya, dan memperluas ruang lingkup prinsip hidupnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Setelah mengalami kedua ujian ini, lahirlah dalam diri Ayub pengalaman yang lebih kaya, dan pengalaman ini membuatnya lebih dewasa dan berpengalaman, membuatnya lebih kuat, dan memiliki keyakinan yang lebih besar, dan membuatnya lebih yakin akan kebenaran dan pentingnya kesalehan yang dia pegang teguh. Ujian Tuhan Yahweh terhadap Ayub memberinya pemahaman dan rasa kepedulian yang mendalam tentang perhatian Tuhan kepada manusia, dan membuatnya dapat merasakan betapa berharganya kasih Tuhan, yang darinya perhatian dan kasih kepada Tuhan ditambahkan ke dalam sikapnya yang takut akan Tuhan. Ujian dari Tuhan Yahweh bukan saja tidak menjauhkan Ayub dari-Nya, tetapi juga membuat hatinya semakin dekat kepada Tuhan. Ketika rasa sakit jasmani yang dialami oleh Ayub mencapai puncaknya, perhatian yang dia rasakan dari Tuhan Yahweh membuatnya tidak punya pilihan selain mengutuk hari kelahirannya. Perilaku seperti ini tidak direncanakan sejak lama, tetapi merupakan ungkapan alami dari perhatian dan kasih kepada Tuhan dari dalam hatinya, itu adalah ungkapan alami yang berasal dari perhatian dan kasihnya kepada Tuhan. Dengan kata lain, karena dia membenci dirinya sendiri dan dia tidak mau, dan tidak tahan membiarkan Tuhan tersiksa, maka perhatian dan kasihnya mencapai titik tanpa pamrih. Pada saat ini, Ayub meningkatkan pemujaan dan kerinduannya yang telah lama ada kepada Tuhan dan pengabdiannya kepada Tuhan sampai ke tingkat perhatian dan kasih. Pada saat yang sama, dia juga meningkatkan iman dan ketaatannya kepada Tuhan dan sikapnya yang takut akan Tuhan sampai ke tingkat perhatian dan kasih. Dia tidak membiarkan dirinya melakukan apa pun yang akan melukai hati Tuhan, dia tidak membiarkan dirinya melakukan tindakan yang akan menyakiti Tuhan, dan tidak membiarkan dirinya menimbulkan kedukaan, kesedihan, atau bahkan ketidakbahagiaan kepada Tuhan karena alasannya sendiri. Di mata Tuhan, meskipun Ayub masih Ayub yang sama seperti dahulu, iman, ketaatan, dan sikap Ayub yang takut akan Tuhan membuat Tuhan sangat puas dan gembira. Pada saat ini, Ayub telah mencapai kesempurnaan yang Tuhan harapkan untuk dia capai; dia telah menjadi orang yang benar-benar layak disebut “tak bercela dan jujur” di mata Tuhan. Perbuatannya yang benar membuatnya dapat mengalahkan Iblis dan tetap teguh dalam kesaksiannya kepada Tuhan. Demikian juga, perbuatannya yang benar menjadikannya tak bercela, dan membuat nilai kehidupannya meningkat dan melampaui lebih dari sebelumnya, dan semua itu juga menjadikannya orang pertama yang tidak lagi diserang dan dicobai oleh Iblis. Karena Ayub adalah orang benar, dia dituduh dan dicobai Iblis; karena Ayub adalah orang benar, dia diserahkan kepada Iblis; dan karena Ayub adalah orang benar, dia mengatasi dan mengalahkan Iblis, dan tetap teguh dalam kesaksiannya. Mulai saat itu, Ayub menjadi orang pertama yang tidak akan pernah lagi diserahkan kepada Iblis, dia benar-benar datang ke hadapan takhta Tuhan dan hidup dalam terang, di bawah berkat Tuhan tanpa diintai atau ingin dijatuhkan oleh Iblis …. Dia telah menjadi manusia sejati di mata Tuhan; dia telah dibebaskan …

Dikutip dari “Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Apa pun dalam kehidupan Petrus yang tidak memuaskan keinginan Tuhan membuatnya merasa tidak tenang. Jika hal itu tidak memuaskan keinginan Tuhan, ia akan merasa menyesal, dan akan mencari cara yang sesuai yang dapat diupayakannya untuk memuaskan hati Tuhan. Bahkan dalam aspek terkecil dan paling tak penting dalam hidupnya, ia tetap menuntut dirinya untuk memuaskan keinginan Tuhan. Ia sangat tegas dalam hal watak lamanya, selalu dengan ketat menuntut dirinya untuk masuk lebih dalam lagi ke dalam kebenaran. … Dalam kepercayaannya kepada Tuhan, Petrus berusaha memuaskan Tuhan dalam segala hal, dan berusaha menaati segala sesuatu yang berasal dari Tuhan. Tanpa keluhan sedikit pun, ia sanggup menerima hajaran dan penghakiman, juga pemurnian, kesengsaraan, dan kekurangan dalam hidupnya, tak satu pun dari hal-hal itu yang dapat mengubah kasihnya kepada Tuhan. Bukankah inilah kasih kepada Tuhan yang sesungguhnya? Bukankah inilah pemenuhan tugas makhluk ciptaan Tuhan? Baik dalam hajaran, penghakiman, ataupun kesengsaraan—engkau selalu mampu mencapai ketaatan sampai mati, dan inilah yang harus dicapai oleh makhluk ciptaan Tuhan, inilah kemurnian kasih kepada Tuhan. Jika manusia dapat mencapai sejauh ini, dialah makhluk ciptaan Tuhan yang memenuhi syarat, dan tak ada yang lebih memuaskan keinginan Sang Pencipta.

Dikutip dari “Keberhasilan atau Kegagalan Tergantung pada Jalan yang Manusia Jalani” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Saat nama Petrus disebutkan, orang tidak pernah kehabisan hal-hal yang baik untuk dikatakan tentang dia. Mereka langsung teringat tiga kali dia menyangkal Tuhan, bagaimana dia menguji Tuhan dengan memberi pelayanan kepada Iblis, dan bagaimana dia akhirnya disalib terbalik untuk Tuhan, dan lain sebagainya. Sekarang Aku akan berfokus untuk menjelaskan kepada engkau semua bagaimana Petrus mengenal-Ku dan apa akhir hidupnya. Petrus adalah orang yang memiliki kualitas yang baik, tetapi keadaannya berbeda dari keadaan Paulus: orang tuanya menganiaya Aku, mereka adalah setan-setan yang telah dikuasai oleh Iblis, dan, akibatnya, mereka tidak mengajarkan apa pun tentang Tuhan kepada Petrus. Petrus adalah orang yang cerdas, berbakat, dan sangat disayangi oleh orang tuanya sejak kanak-kanak. Namun sebagai orang dewasa, dia menjadi musuh mereka karena dia tidak pernah berhenti mengejar pengenalan akan Aku, dan kemudian meninggalkan mereka. Ini karena, di atas segalanya, dia percaya bahwa langit dan bumi dan segala sesuatu berada di tangan Yang Mahakuasa dan bahwa segala hal yang positif berasal dari Tuhan dan langsung dikeluarkan dari-Nya, tanpa diproses oleh Iblis. Pertentangan orang tua Petrus memberinya pengetahuan yang lebih besar tentang kasih setia dan belas kasihan-Ku, dengan demikian meningkatkan keinginannya untuk mencari-Ku. Dia tidak hanya memusatkan perhatian pada makan dan minum firman-Ku, tetapi terlebih lagi, pada memahami kehendak-Ku, dan selalu waspada dalam hatinya. Sebagai hasilnya, dia selalu peka dalam rohnya, dan karena itu dia berkenan di hati-Ku dalam segala sesuatu yang dilakukannya. Dia mempertahankan fokus yang konstan pada kegagalan manusia di masa lalu untuk memacu dirinya, sangat takut terjerat dalam kegagalan. Jadi, dia juga berkonsentrasi untuk memahami iman dan kasih orang-orang telah mengasihi Tuhan selama berabad-abad. Dengan cara ini—tidak hanya dalam aspek negatif, tetapi yang lebih penting, dalam aspek positif—dia bertumbuh lebih cepat, sehingga pengenalannya akan Aku menjadi yang terbesar di antara semua orang di hadapan-Ku. Maka, tidaklah sulit untuk membayangkan bagaimana dia dapat meletakkan segala yang dimilikinya di tangan-Ku, bagaimana dia bahkan menyerah membuat keputusan tentang makanan, pakaian, tempat tidur, dan di mana dia tinggal, dan sebaliknya menikmati kekayaanku untuk memuaskanku dalam segala sesuatu. Aku memperhadapkannya dengan ujian yang tak terhitung banyaknya—ujian yang tentu saja membuatnya setengah mati—tetapi di tengah ratusan ujian ini, tak sekalipun dia kehilangan imannya kepada-Ku. Bahkan ketika Aku mengatakan bahwa Aku sudah meninggalkannya, dia tetap tidak tawar hati, dan terus mengasihi-Ku dengan cara yang nyata dan sesuai dengan prinsip-prinsip penerapan masa lalu. Aku memberitahukan kepadanya bahwa Aku tidak akan memujinya meskipun dia mengasihi-Ku, bahwa Aku akhirnya akan melemparkannya ke tangan Iblis. Namun di tengah-tengah ujian seperti itu, ujian yang tidak menimpa dagingnya, melainkan ujian firman, dia tetap berdoa kepada-Ku dan berkata: “Oh, Tuhan! Di antara surga dan bumi dan segala sesuatu, adakah manusia, makhluk apa pun, atau perkara apa pun yang tidak berada dalam genggaman tangan-Mu, Yang Mahakuasa? Ketika Engkau berbelas kasihan kepadaku, hatiku sangat bersukacita karena belas kasihan-Mu. Ketika engkau menghakimiku, meskipun aku mungkin tidak layak, aku mendapatkan perasaan yang lebih besar tentang perbuatan-Mu yang tak terselami, karena Engkau penuh dengan otoritas dan hikmat. Meskipun dagingku menderita kesukaran, rohku dihiburkan. Bagaimana mungkin aku tidak memuji hikmat dan perbuatan-Mu? Bahkan jika aku mati setelah mengenal-Mu, bagaimana mungkin aku tidak melakukannya dengan senang hati dan gembira? Oh, Yang Mahakuasa! Apakah Engkau benar-benar tidak ingin membiarkanku untuk melihat-Mu? Apakah aku benar-benar tidak layak untuk menerima penghakiman-Mu? Mungkinkah ada sesuatu dalam diriku yang Engkau tidak berkenan melihatnya?” Selama ujian-ujian semacam ini, meskipun Petrus tidak mampu memahami kehendak-Ku dengan akurat, jelas bahwa dia merasa bangga dan terhormat dipakai oleh-Ku (meskipun dia menerima penghakiman-Ku sehingga umat manusia dapat melihat kemegahan dan murka-Ku), dan bahwa dia tidak merasa menderita oleh ujian-ujian ini. Karena kesetiaannya di hadapan-Ku, dan karena berkat-Ku atasnya, dia telah menjadi teladan dan model bagi manusia selama ribuan tahun.

Dikutip dari “Bab 6, Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Waktu dihajar Tuhan, Petrus berdoa, “Ya, Tuhan! Dagingku tidak taat, maka Engkau menghajar dan menghakimi aku. Aku bersukacita dalam hajaran dan penghakiman-Mu, bahkan seandainya Engkau tidak menginginkan aku, dalam penghakiman-Mu, aku melihat watak-Mu yang kudus dan benar. Saat Engkau menghakimi aku, sehingga orang lain dapat melihat watak-Mu yang benar dalam penghakiman-Mu, aku pun merasa puas. Jika itu dapat mengungkapkan watak-Mu dan memungkinkan watak-Mu yang benar itu terlihat oleh segala makhluk, jika itu dapat membuat kasihku kepada-Mu lebih murni, sehingga aku dapat mencapai keserupaan dengan orang yang benar, maka penghakiman-Mu ini sungguh baik, karena demikianlah kehendak-Mu yang penuh kasih karunia. Aku tahu, masih ada banyak hal dalam diriku yang memberontak, dan aku masih belum pantas menghadap Engkau. Aku berharap Engkau bahkan menghakimi aku lebih lagi, entah itu melalui lingkungan yang tidak bersahabat atau kesengsaraan besar; bagaimanapun Engkau menghakimi aku, bagiku itu sangat berharga. Kasih-Mu begitu mendalam, dan aku rela menyerahkan diri kepada belas kasih-Mu tanpa bersungut-sungut sedikit pun.” Inilah pengetahuan Petrus setelah ia mengalami pekerjaan Tuhan, dan ini juga merupakan kesaksian akan kasihnya kepada Tuhan. … Menjelang akhir hidupnya, setelah dia dijadikan sempurna, Petrus berkata, “Ya Tuhan! Andai saja aku hidup beberapa tahun lagi, aku ingin memperoleh kasih yang lebih murni dan lebih dalam dari-Mu.” Ketika hendak disalibkan, di dalam hatinya dia berdoa, “Ya, Tuhan! Waktu-Mu telah tiba; waktu yang Engkau persiapkan bagiku telah tiba. Aku harus disalibkan bagi-Mu, aku harus menjadi kesaksian untuk Engkau, dan aku berharap agar kasihku dapat memenuhi tuntutan-Mu, sehingga menjadi lebih murni. Hari ini, bisa mati untuk-Mu dan disalibkan bagi-Mu, sangat menghibur dan meyakinkan aku, karena tidak ada yang lebih memuaskan bagiku selain dapat disalibkan bagi-Mu dan memenuhi kehendak-Mu, dan mampu menyerahkan diriku, mempersembahkan hidupku bagi-Mu. Ya, Tuhan! Engkau sangat indah! Seandainya Engkau mengizinkan aku tetap hidup, aku bahkan akan lebih rela mengasihi-Mu. Selama aku hidup, aku akan mengasihi-Mu. Aku ingin mengasihi-Mu lebih dalam lagi. Engkau menghakimi, menghajar, serta mengujiku karena aku tidak benar, sebab aku telah berdosa. Watak-Mu yang benar pun menjadi lebih jelas bagiku. Ini berkat bagiku, sebab aku dapat mengasihi-Mu lebih dalam lagi, dan aku rela mengasihi-Mu dengan cara demikian bahkan seandainya Engkau tidak mengasihiku. Aku bersedia melihat watak-Mu yang benar, karena ini membuat aku lebih mampu hidup dalam kehidupan yang bermakna. Aku merasa bahwa hidupku sekarang lebih berarti, sebab aku disalibkan demi Engkau, dan mati bagi-Mu sungguh bermakna. Namun tetap saja aku tidak merasa puas, karena aku terlalu sedikit mengenal tentang Engkau. Aku tahu bahwa aku tidak dapat sepenuhnya memenuhi kehendak-Mu dan terlalu sedikit membalas Engkau. Dalam hidupku, aku tidak mampu mengembalikan diriku seluruhnya kepada-Mu; aku masih jauh dari taraf itu. Saat merenungkan kembali pada saat ini, aku merasa berutang budi kepada-Mu, dan yang kumiliki hanyalah momen ini untuk menebus seluruh kesalahanku dan segenap kasih yang belum kubalaskan kepada-Mu.”

Dikutip dari “Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Di masa kini, engkau harus menyadari bagaimana agar ditaklukkan, dan bagaimana manusia berperilaku setelah mereka ditaklukkan. Engkau mungkin mengatakan engkau telah ditaklukkan, tetapi bisakah engkau taat sampai mati? Engkau harus mampu mengikut Dia sampai akhir terlepas dari apakah ada prospek atau tidak, dan engkau tidak boleh kehilangan iman kepada Tuhan dalam lingkungan apa pun. Pada akhirnya, engkau harus mencapai dua aspek kesaksian: kesaksian Ayub—ketaatan sampai mati; dan kesaksian Petrus—kasih yang tertinggi kepada Tuhan. Di satu sisi, engkau harus seperti Ayub: dia kehilangan semua harta benda, dan sekujur tubuhnya ditimpa rasa sakit, kendati demikian, dia tidak meninggalkan nama Yahweh. Ini adalah kesaksian Ayub. Petrus mampu mengasihi Tuhan sampai mati. Ketika dia disalib dan menghadapi kematiannya, dia tetap mengasihi Tuhan; dia tidak memikirkan prospeknya sendiri atau mengejar harapan yang indah atau pikiran yang muluk-muluk, dan dia hanya berusaha untuk mengasihi Tuhan dan menaati semua pengaturan Tuhan. Itulah standar yang harus kaucapai sebelum engkau dapat dianggap telah menjadi kesaksian, sebelum engkau menjadi orang yang telah disempurnakan setelah ditaklukkan.

Dikutip dari “Fakta Sesungguhnya di Balik Pekerjaan Penaklukan (2)” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Apakah sebenarnya kesaksian yang benar? Kesaksian yang dibicarakan di sini memiliki dua bagian: salah satunya adalah kesaksian tentang ditaklukkan dan kesaksian lainnya adalah tentang disempurnakan (yang tentu saja adalah kesaksian setelah ujian yang lebih besar dan kesengsaraan di masa depan). Dengan kata lain, jika engkau mampu berdiri teguh selama kesengsaraan dan ujian, engkau telah memberikan langkah kesaksian kedua. Yang penting pada masa sekarang adalah langkah kesaksian pertama: mampu berdiri teguh selama setiap kejadian dari ujian hajaran dan penghakiman. Inilah kesaksian tentang ditaklukkan. Itu karena hari ini adalah waktu penaklukan. (Engkau harus tahu bahwa sekarang adalah waktu pekerjaan Tuhan di bumi; pekerjaan utama Tuhan yang berinkarnasi di bumi adalah penggunaan penghakiman dan hajaran untuk menaklukkan kelompok orang-orang di bumi yang mengikuti-Nya.) Apakah engkau mampu atau tidak mampu memberikan kesaksian tentang ditaklukkan tidak hanya tergantung pada apakah engkau mampu mengikut sampai akhir, tetapi, yang terlebih penting, apakah ketika engkau mengalami setiap langkah pekerjaan Tuhan, engkau mampu memiliki pengetahuan yang benar tentang hajaran dan penghakiman Tuhan, dan apakah engkau benar-benar memahami semua pekerjaan ini. Tidak benar bahwa engkau akan dapat mengatasinya semampumu jika engkau mengikut sampai akhir. Engkau harus bisa dengan rela menyerah dalam setiap peristiwa dari hajaran dan penghakiman, harus mampu memiliki pengetahuan yang benar tentang setiap langkah pekerjaan yang engkau alami, dan harus mampu mencapai pengetahuan, dan ketaatan pada watak Tuhan. Inilah kesaksian tertinggi tentang ditaklukkan yang dituntut darimu. Kesaksian tentang ditaklukkan terutama mengacu pada pengetahuanmu tentang inkarnasi Tuhan. Letak pentingnya langkah kesaksian ini adalah pada inkarnasi Tuhan. Tidak penting apa yang engkau lakukan atau katakan di hadapan orang-orang di dunia atau mereka yang memegang kekuasaan; yang terpenting di atas segalanya adalah apakah engkau mampu mematuhi seluruh firman yang terucap dari mulut Tuhan dan semua pekerjaan-Nya. Oleh karena itu, langkah kesaksian ini ditujukan kepada Iblis dan semua musuh Tuhan—roh-roh jahat dan musuh yang tidak percaya bahwa Tuhan akan mengambil rupa manusia untuk kedua kalinya dan datang untuk melakukan pekerjaan yang lebih besar, dan lebih jauh lagi, tidak percaya pada kenyataan tentang kedatangan Tuhan kembali menjadi daging. Dengan kata lain, kesaksian ini ditujukan kepada semua antikristus—semua musuh yang tidak percaya kepada inkarnasi Tuhan.

…………

Langkah terakhir dari kesaksian adalah kesaksian tentang apakah engkau dapat disempurnakan—dengan kata lain, setelah memahami semua firman yang diucapkan dari mulut Tuhan yang berinkarnasi, engkau mulai memiliki pengetahuan tentang Tuhan dan menjadi yakin tentang Dia, engkau hidup dalam semua firman yang terucap dari mulut Tuhan, dan mencapai kondisi yang Tuhan kehendaki darimu—gaya Petrus dan iman Ayub—sedemikian rupa sehingga engkau bisa taat sampai mati, menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya, dan akhirnya mencapai gambar manusia yang sesuai dengan standar, yang berarti gambar seseorang yang telah ditaklukkan dan disempurnakan setelah mengalami penghakiman dan hajaran Tuhan. Inilah kesaksian yang harus diberikan oleh seseorang yang pada akhirnya disempurnakan. Inilah dua langkah kesaksian yang harus engkau sekalian berikan, dan keduanya saling terkait, masing-masing sangat penting. Namun, ada satu hal yang harus engkau ketahui: kesaksian yang Aku kehendaki darimu hari ini tidak ditujukan kepada orang-orang di dunia, atau individu mana pun, tetapi pada apa yang Aku kehendaki darimu. Ini diukur dari apakah engkau mampu memuaskan Aku, dan apakah engkau dapat sepenuhnya memenuhi standar tuntutan-Ku terhadap masing-masing dari engkau sekalian. Inilah hal yang harus engkau mengerti.

Dikutip dari “Penerapan (4)” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Kepercayaan kepada Tuhan menuntut ketaatan kepada-Nya dan mengalami pekerjaan-Nya. Tuhan sudah melakukan banyak sekali pekerjaan—bisa dikatakan bahwa bagi manusia semuanya itu adalah penyempurnaan, pemurnian, dan terlebih lagi, hajaran. Belum pernah ada satu langkah pun dari pekerjaan Tuhan yang sejalan dengan gagasan manusia; apa yang telah manusia nikmati adalah firman Tuhan yang keras. Saat Tuhan datang, manusia seharusnya menikmati kemegahan-Nya dan murka-Nya. Namun, sekeras apa pun firman-Nya, Dia datang untuk menyelamatkan dan menyempurnakan umat manusia. Sebagai makhluk ciptaan, manusia harus melakukan tugas yang seharusnya mereka lakukan, dan menjadi kesaksian bagi Tuhan di tengah pemurnian. Dalam setiap ujian, mereka harus menjunjung tinggi kesaksian yang harus mereka berikan, dan melakukannya dengan memberi kesaksian yang berkumandang bagi Tuhan. Orang yang melakukan ini adalah seorang pemenang. Bagaimanapun cara Tuhan memurnikanmu, engkau tetap penuh keyakinan dan tidak pernah kehilangan keyakinan kepada-Nya. Engkau melakukan apa yang seharusnya manusia lakukan. Inilah yang Tuhan tuntut dari manusia, dan hati manusia harus mampu sepenuhnya kembali kepada-Nya dan berpaling kepada-Nya di setiap saat yang berlalu. Inilah seorang pemenang. Mereka yang Tuhan sebut “para pemenang” adalah mereka yang tetap mampu menjadi kesaksian dan mempertahankan keyakinan dan pengabdian mereka kepada Tuhan ketika berada di bawah pengaruh Iblis dan dikepung oleh Iblis, yaitu saat mereka mendapati diri mereka berada di tengah kekuatan kegelapan. Jika engkau tetap mampu menjaga hati yang murni di hadapan Tuhan dan mempertahankan kasih yang tulus kepada Tuhan apa pun yang terjadi, engkau sedang menjadi kesaksian di hadapan Tuhan, dan inilah yang Tuhan maksudkan sebagai “pemenang”. Jika pengejaranmu hebat ketika Tuhan memberkatimu, tetapi engkau mundur ketika tidak ada berkat-Nya, apakah ini kemurnian? Karena engkau yakin bahwa jalan ini benar, engkau harus mengikutinya hingga akhir; engkau harus mempertahankan pengabdianmu kepada Tuhan. Karena engkau sudah melihat bahwa Tuhan itu sendiri telah datang ke bumi untuk menyempurnakanmu, engkau harus memberikan hatimu seluruhnya kepada-Nya. Jika engkau tetap dapat mengikuti Dia apa pun yang Dia lakukan, bahkan sekalipun Dia menentukan kesudahan yang tidak menyenangkan bagimu pada akhirnya, inilah artinya mempertahankan kemurnianmu di hadapan Tuhan. Mempersembahkan tubuh rohani yang kudus dan perawan suci kepada Tuhan berarti menjaga ketulusan hati di hadapan Tuhan. Bagi umat manusia, ketulusan adalah kemurnian, dan kemampuan untuk bersikap tulus terhadap Tuhan adalah mempertahankan kemurnian. Inilah yang seharusnya engkau lakukan. Saat engkau harus berdoa, berdoalah; saat engkau harus berkumpul bersama dalam persekutuan, lakukanlah itu; saat engkau harus menyanyikan lagu pujian, nyanyikanlah lagu pujian; dan saat engkau harus meninggalkan daging, tinggalkanlah daging. Saat engkau melaksanakan tugasmu, jangan engkau kacau dalam melakukannya; saat engkau dihadapkan pada ujian, berdirilah teguh. Inilah pengabdian kepada Tuhan.

Dikutip dari “Engkau Sudah Seharusnya Mempertahankan Pengabdianmu kepada Tuhan” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Menjadi kesaksian yang berkumandang bagi Tuhan terutama berkaitan dengan apakah engkau memiliki pemahaman tentang Tuhan yang nyata atau tidak, dan apakah engkau mampu taat atau tidak di hadapan Pribadi ini yang bukan hanya biasa, tetapi juga normal ini, dan bahkan tunduk sampai mati. Jika melalui ketundukan ini, engkau sungguh-sungguh menjadi kesaksian bagi Tuhan, itu berarti engkau telah didapatkan oleh Tuhan. Jika engkau mampu tunduk sampai mati, dan di hadapan-Nya, engkau tidak mengeluh, tidak memfitnah, tidak memiliki gagasan sendiri, dan tidak memiliki motif lain, maka dalam hal inilah Tuhan akan memperoleh kemuliaan. Ketundukan di hadapan seseorang yang biasa, yang dipandang rendah oleh manusia, dan mampu tunduk sampai mati tanpa gagasan apa pun—inilah kesaksian yang sejati. Kenyataan yang Tuhan tuntut untuk orang masuki adalah bahwa engkau mampu menaati firman-Nya, mampu melakukan firman-Nya, mampu tunduk di hadapan Tuhan yang nyata dan mengenali kerusakanmu sendiri, mampu membuka hatimu di hadapan-Nya, dan pada akhirnya didapatkan oleh-Nya melalui semua firman-Nya ini. Tuhan memperoleh kemuliaan ketika semua perkataan ini menaklukkan dirimu dan membuatmu sepenuhnya taat kepada-Nya; melalui ini, Dia mempermalukan Iblis dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Ketika engkau tidak memiliki gagasan apa pun tentang nyatanya diri Tuhan yang berinkarnasi—artinya, ketika engkau tetap teguh dalam ujian ini—engkau telah memberikan kesaksian yang baik. Jika suatu hari nanti saat engkau telah paham sepenuhnya tentang Tuhan yang nyata dan engkau mampu taat sampai mati seperti Petrus, engkau akan didapatkan dan disempurnakan oleh Tuhan. Apa pun yang Tuhan lakukan yang tidak sejalan dengan gagasanmu merupakan ujian bagimu. Seandainya pekerjaan Tuhan sejalan dengan gagasanmu, engkau tidak perlu menderita atau dimurnikan. Oleh karena pekerjaan-Nya sedemikian nyata dan juga tidak sejalan dengan gagasanmu, maka engkau dituntut untuk melepaskan gagasanmu. Ini sebabnya hal itu menjadi sebuah ujian bagimu. Oleh karena nyatanya diri Tuhan, semua orang berada di tengah ujian; pekerjaan-Nya nyata, bukan supernatural. Dengan sepenuhnya memahami firman-Nya yang nyata, perkataan-Nya yang nyata tanpa gagasan apa pun, dan dengan mampu sungguh-sungguh mengasihi-Nya saat pekerjaan-Nya menjadi semakin nyata, engkau akan didapatkan oleh-Nya. Sekelompok orang yang akan Tuhan dapatkan adalah mereka yang mengenal Tuhan; yaitu, mereka yang mengenal kenyataan diri-Nya. Lebih jauh lagi, mereka adalah orang-orang yang mampu tunduk pada pekerjaan Tuhan yang nyata.

Dikutip dari “Orang yang Sungguh-Sungguh Mengasihi Tuhan adalah Mereka yang Mampu Sepenuhnya Tunduk pada Kenyataan Diri-Nya” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”

Tinggalkan komentar