Iblis Mencobai Ayub untuk Pertama Kalinya (Ternaknya Dicuri dan Bencana Menimpa Anak-Anaknya)

1.Perkataan yang Diucapkan Tuhan

(Ayub 1:8) Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?”

(Ayub 1:12) Dan Yahweh berkata kepada Iblis: “Lihat, segala yang dipunyainya ada di tanganmu, hanya jangan ulurkan tanganmu terhadap dia.” Lalu Iblis pergi dari hadapan Yahweh.

2.Jawaban Iblis

(Ayub 1:9-11) Lalu Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: “Apakah Ayub takut kepada Tuhan begitu saja tanpa mendapat apa pun? Bukankah Engkau memagari dia dan rumahnya, dan semua yang dimilikinya? Engkau memberkati segala pekerjaan tangannya, dan semua miliknya bertambah banyak di negeri itu. Tetapi coba Engkau ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah segala yang dimilikinya, ia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu.”

Tuhan Mengizinkan Iblis untuk Mencobai Ayub sehingga Iman Ayub Akan Menjadi Sempurna

Ayub 1:8 adalah catatan pertama yang kita lihat dalam Alkitab tentang percakapan antara Tuhan Yahweh dan Iblis. Dan apa yang Tuhan katakan? Teks asli memberikan uraian berikut: “Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?” Ini adalah penilaian Tuhan tentang Ayub di hadapan Iblis. Tuhan berkata bahwa Ayub adalah seorang yang tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sebelum percakapan antara Tuhan dan Iblis ini, Tuhan telah memutuskan bahwa Dia akan memakai Iblis untuk mencobai Ayub—bahwa Dia akan menyerahkan Ayub kepada Iblis. Di satu sisi, ini akan membuktikan bahwa pengamatan dan penilaian Tuhan atas Ayub tepat dan tanpa kesalahan, dan akan menyebabkan Iblis dipermalukan oleh kesaksian Ayub. Di sisi lain, hal itu akan menyempurnakan iman Ayub kepada Tuhan dan rasa takutnya kepada Tuhan. Jadi, ketika Iblis datang ke hadapan Tuhan, Tuhan tidak menggunakan bahasa yang tidak jelas. Dia berkata langsung ke pokok masalah dan bertanya kepada Iblis: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan?” Dalam pertanyaan Tuhan, terdapat makna berikut: Tuhan tahu bahwa Iblis telah menjelajahi semua tempat, dan sering memata-matai Ayub, yang merupakan hamba Tuhan. Iblis sudah sering mencobai dan menyerangnya, berusaha menemukan cara menimbulkan kehancuran terhadap Ayub untuk membuktikan bahwa iman Ayub kepada Tuhan dan sikap takutnya kepada Tuhan tidak dapat teguh bertahan. Iblis juga dengan sesuka hati mencari peluang untuk menghancurkan Ayub, agar Ayub meninggalkan Tuhan sehingga memungkinkan Iblis untuk merampasnya dari tangan Tuhan. Namun Tuhan melihat ke dalam hati Ayub dan melihat bahwa dia tak bercela dan jujur, dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan menggunakan sebuah pertanyaan untuk mengatakan kepada Iblis bahwa Ayub adalah seorang yang tak bercela dan jujur yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, bahwa Ayub tidak akan pernah meninggalkan Tuhan dan mengikuti Iblis. Setelah mendengar penilaian Tuhan tentang Ayub, di dalam diri Iblis timbul kemarahan akibat penghinaan, dan Iblis menjadi lebih marah dan lebih tidak sabar untuk merebut Ayub karena Iblis tidak pernah percaya bahwa seseorang bisa menjadi tak bercela dan jujur, atau bahwa mereka bisa takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Pada saat yang sama, Iblis juga membenci kesempurnaan dan kejujuran di dalam diri manusia dan membenci orang-orang yang mampu untuk takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dan karena itu tertulis dalam Ayub 1:9-11: “Lalu Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: “Apakah Ayub takut kepada Tuhan begitu saja tanpa mendapat apa pun? Bukankah Engkau memagari dia dan rumahnya, dan semua yang dimilikinya? Engkau memberkati segala pekerjaan tangannya, dan semua miliknya bertambah banyak di negeri itu. Tetapi coba Engkau ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah segala yang dimilikinya, ia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu.” Tuhan sangat mengenal sifat jahat si Iblis, dan tahu benar bahwa Iblis telah lama berencana menghancurkan Ayub, dan karena itu dalam hal ini Tuhan berharap, dengan mengatakan kepada Iblis sekali lagi bahwa Ayub tak bercela dan jujur dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, untuk membuat Iblis patuh, untuk membuat Iblis mengungkapkan wajah aslinya dan menyerang serta mencobai Ayub. Dengan kata lain, Tuhan sengaja menekankan bahwa Ayub itu tak bercela dan jujur, dan bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan dengan ini berarti Dia membuat Iblis menyerang Ayub karena kebencian dan kemarahan Iblis terhadap Ayub yang merupakan orang yang begitu tak bercela dan jujur, seorang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sebagai akibatnya, Tuhan akan mempermalukan Iblis melalui kenyataan bahwa Ayub adalah manusia yang tak bercela dan jujur, seorang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan Iblis akan dibiarkan sepenuhnya dipermalukan dan dikalahkan. Setelah itu, Iblis tidak lagi akan meragukan atau membuat tuduhan tentang kesempurnaan, kejujuran, sikap takut Ayub akan Tuhan, atau tindakannya menjauhi kejahatan. Dengan cara demikian, ujian Tuhan dan pencobaan Iblis hampir tidak dapat dihindari. Satu-satunya yang mampu bertahan dari ujian Tuhan dan pencobaan Iblis adalah Ayub. Setelah percakapan ini, Iblis diberi izin untuk mencobai Ayub. Maka dimulailah babak pertama serangan Iblis. Sasaran dari serangan ini adalah harta Ayub, karena Iblis telah membuat tuduhan berikut terhadap Ayub: “Apakah Ayub takut kepada Tuhan begitu saja tanpa mendapat apa pun? … Engkau memberkati segala pekerjaan tangannya, dan semua miliknya bertambah banyak di negeri itu.” Sebagai akibatnya, Tuhan mengizinkan Iblis untuk mengambil semua yang dimiliki Ayub—yang merupakan tujuan utama mengapa Tuhan berbicara dengan Iblis. Namun, Tuhan mengajukan satu tuntutan kepada Iblis: “Lihat, segala yang dipunyainya ada di tanganmu, hanya jangan ulurkan tanganmu terhadap dia” (Ayub 1:12). Ini adalah syarat yang Tuhan tetapkan setelah Dia mengizinkan Iblis untuk mencobai Ayub dan menyerahkan Ayub kepada Iblis, dan merupakan batas yang Dia tetapkan untuk Iblis: Dia memerintahkan kepada Iblis agar tidak mencelakakan Ayub. Karena Tuhan mengetahui bahwa Ayub tak bercela dan jujur, dan Dia memiliki keyakinan bahwa kesempurnaan dan kejujuran Ayub di hadapan-Nya tidak diragukan lagi, dan dapat bertahan dalam ujian, maka Tuhan mengizinkan Iblis untuk mencobai Ayub, tetapi menetapkan pembatasan kepada Iblis: Iblis diizinkan untuk mengambil semua harta milik Ayub, tetapi ia tidak dapat menyentuh Ayub. Apa artinya ini? Ini berarti bahwa Tuhan tidak menyerahkan Ayub sepenuhnya kepada Iblis saat itu. Iblis dapat mencobai Ayub dengan cara apa pun yang diinginkannya, tetapi ia tidak dapat menyakiti Ayub itu sendiri, bahkan Iblis tidak dapat menyentuh sehelai pun rambut di kepalanya, karena segala sesuatu pada diri manusia dikendalikan oleh Tuhan. Apakah manusia hidup atau mati diputuskan oleh Tuhan, dan Iblis tidak memiliki izin seperti ini. Setelah Tuhan mengucapkan kata-kata ini kepada Iblis, Iblis tidak sabar lagi untuk memulai pencobaannya. Iblis menggunakan segala cara untuk mencobai Ayub, dan Ayub segera kehilangan sekawanan besar kambing domba dan lembu sapi dan semua harta yang diberikan kepadanya oleh Tuhan …. Dengan demikian, ujian Tuhan pun datang kepadanya.

Meskipun Alkitab memberi tahu kita tentang asal-usul pencobaan Ayub, apakah Ayub sendiri, yang menjadi sasaran semua pencobaan ini, menyadari apa yang sedang terjadi? Ayub hanyalah manusia biasa. Tentu saja, dia tidak tahu apa-apa tentang kisah yang berlangsung di belakangnya. Walaupun demikian, rasa takutnya kepada Tuhan, dan kesempurnaan serta kejujurannya, membuatnya sadar bahwa ujian dari Tuhan telah datang kepadanya. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi di dunia roh, atau apa maksud Tuhan di balik ujian ini. Tetapi dia tahu bahwa apa pun yang terjadi pada dirinya, dia harus memegang teguh kesempurnaan dan kejujurannya, dan harus mematuhi jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sikap dan reaksi Ayub terhadap semua hal ini jelas dilihat oleh Tuhan. Lalu apa yang dilihat Tuhan? Dia melihat hati Ayub yang takut akan Tuhan, karena sejak awal sampai ketika Ayub diuji, hati Ayub tetap terbuka kepada Tuhan. Hatinya diletakkan di hadapan Tuhan, dan Ayub tidak meninggalkan kesempurnaan atau kejujurannya, dan dia juga tidak membuang atau menyimpang dari jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan─dan tidak ada yang lebih memuaskan bagi Tuhan selain itu. Selanjutnya, kita akan melihat pencobaan apa yang dialami oleh Ayub dan bagaimana dia menanggapi ujian ini. Mari kita membaca Alkitab.

3.Reaksi Ayub

(Ayub 1:20-21) Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah, katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dengan telanjang aku juga akan kembali ke situ: Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh.”

Bahwa Ayub Menerima Tanggung Jawab untuk Mengembalikan Semua Yang Dia Miliki Disebabkan Oleh Sikapnya yang Takut akan Tuhan

Setelah Tuhan berkata kepada Iblis: “Lihat, segala yang dipunyainya ada di tanganmu, hanya jangan ulurkan tanganmu terhadap dia,” Iblis pergi. Segera setelah, itu Ayub mengalami serangan yang tiba-tiba dan dahsyat. Pertama, lembu sapi dan keledainya dijarah dan hamba-hambanya terbunuh. Selanjutnya, kambing domba dan hamba-hambanya dibakar hingga musnah. Setelah itu, untanya diambil dan hamba-hambanya dibunuh. Akhirnya, nyawa putra dan putrinya diambil. Rangkaian serangan ini adalah siksaan yang diderita Ayub selama pencobaan pertama. Sebagaimana diperintahkan Tuhan, selama semua serangan ini, Iblis hanya menyasar harta Ayub dan anak-anaknya, dan tidak mencelakai Ayub itu sendiri. Walaupun demikian, Ayub dengan segera berubah dari orang kaya yang memiliki kekayaan besar menjadi seseorang yang tidak punya apa-apa. Tidak pernah ada orang yang dapat menahan pukulan mengejutkan yang seluar biasa ini ataupun bereaksi dengan benar dalam menghadapinya, namun Ayub menunjukkan sisi luar biasanya. Alkitab memberikan uraian berikut: “Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah.” Inilah reaksi pertama Ayub setelah mendengar bahwa dia telah kehilangan anak-anaknya dan semua harta miliknya. Terutama sekali, dia tidak tampak terkejut, atau panik, apalagi menyatakan kemarahan atau kebencian. Jadi, jelas bahwa di dalam hatinya dia telah menyadari bahwa semua bencana ini bukanlah kecelakaan, atau dilakukan oleh tangan manusia, apalagi bencana ini adalah akibat datangnya pembalasan atau hukuman. Sebaliknya, ujian dari Tuhan Yahweh telah datang kepadanya. Tuhan Yahwehlah yang ingin mengambil harta dan anak-anaknya. Ayub sangat tenang dan berakal sehat pada saat itu. Kemanusiaannya yang tak bercela dan jujur membuat dia dapat secara rasional dan alami membuat penilaian dan keputusan yang tepat tentang bencana yang menimpa dirinya, dan karena itu, dia berperilaku dengan ketenangan yang luar biasa: “Lalu Ayub bangun, mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian tersungkur dan menyembah.” “Mengoyak jubahnya” berarti bahwa dia tidak berpakaian, dan tidak punya apa-apa; “mencukur kepalanya” berarti dia telah kembali ke hadapan Tuhan sebagai bayi yang baru lahir; “tersungkur dan menyembah” berarti dia telah datang ke dunia dengan telanjang, dan sekarang tetap tanpa apa pun, dia dikembalikan kepada Tuhan sebagai bayi yang baru lahir. Sikap Ayub terhadap semua yang menimpa dirinya tidak dapat dicapai oleh makhluk Tuhan mana pun. Imannya kepada Tuhan Yahweh melampaui wilayah keyakinan. Ini adalah sikap takut akan Tuhan, dan ketaatan Ayub kepada Tuhan, dan dia tidak hanya mampu bersyukur kepada Tuhan karena memberi kepadanya, tetapi juga karena mengambil daripadanya. Terlebih dari itu, dia mampu menerima tanggung jawab untuk mengembalikan semua miliknya, termasuk nyawanya.

Sikap takut dan ketaatan Ayub kepada Tuhan adalah contoh bagi umat manusia, dan kesempurnaan serta kejujurannya adalah puncak kemanusiaan yang harus dimiliki oleh manusia. Meskipun dia tidak melihat Tuhan, dia menyadari bahwa Tuhan benar-benar ada, dan karena kesadaran ini dia takut akan Tuhan—dan karena takutnya akan Tuhan, dia mampu untuk menaati Tuhan. Dia memberi kepada Tuhan kebebasan untuk mengambil apa pun yang dia miliki, tetapi dia tidak mengeluh, dan bersujud di hadapan Tuhan serta mengatakan kepada-Nya bahwa, pada saat ini, bahkan seandainya Tuhan mengambil nyawanya pun, dia akan dengan senang hati membiarkan Dia melakukannya, tanpa keluhan. Seluruh tingkah lakunya adalah karena kemanusiaannya tak bercela dan jujur. Yang berarti, sebagai akibat dari ketidakbersalahan, kejujuran, dan kebaikannya, Ayub tidak tergoyahkan dalam kesadaran dan pengalamannya akan keberadaan Tuhan, dan di atas dasar ini dia menuntut dirinya sendiri dan menetapkan standar bagi pemikiran, perilaku, tingkah laku, dan prinsip tindakannya di hadapan Tuhan sesuai dengan tuntunan Tuhan atas dirinya dan perbuatan Tuhan yang telah dilihatnya di antara semua hal. Seiring waktu, pengalamannya menyebabkan dia memiliki sikap takut akan Tuhan yang nyata dan sebenarnya dan membuatnya menjauhi kejahatan. Inilah sumber kejujuran yang dipegang teguh oleh Ayub. Ayub memiliki kemanusiaan yang jujur, polos, dan baik, dan dia memiliki pengalaman nyata sikap takut akan Tuhan menaati Tuhan, dan menjauhi kejahatan, serta pengetahuan bahwa “Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil.” Hanya karena semua hal ini dia dapat berdiri teguh dan menjadi saksi di tengah serangan Iblis yang ganas, dan hanya karena semua ini dia mampu untuk tidak mengecewakan Tuhan dan memberikan jawaban yang memuaskan kepada Tuhan ketika ujian Tuhan menimpanya. Walaupun tingkah laku Ayub selama pencobaan pertama sangat jujur, generasi berikutnya belum tentu mencapai kejujuran seperti ini bahkan setelah upaya seumur hidup, dan mereka juga belum tentu akan bertingkah laku seperti Ayub sebagaimana diuraikan di atas. Pada zaman sekarang, diperhadapkan dengan tingkah laku Ayub yang jujur, dan membandingkannya dengan teriakan dan tekad “ketaatan dan kesetiaan mutlak sampai mati” yang ditunjukkan kepada Tuhan oleh mereka yang mengaku percaya kepada Tuhan dan mengikuti Tuhan, apakah engkau semua merasa sangat malu ataukah tidak?

Ketika engkau membaca di Alkitab semua yang diderita oleh Ayub dan keluarganya, apa reaksimu? Apakah engkau jadi bingung? Apakah engkau tercengang? Dapatkah ujian yang menimpa Ayub digambarkan sebagai sesuatu yang “mengerikan”? Dengan kata lain, sudah cukup mengerikan membaca ujian yang dialami Ayub sebagaimana diuraikan dalam Alkitab, apalagi seandainya hal itu terjadi di zaman sekarang. Jadi, jelas bahwa apa yang menimpa Ayub bukanlah “kegiatan latihan”, tetapi “pertempuran” nyata yang menampilkan “senjata” dan “peluru” yang sebenarnya. Akan tetapi, oleh tangan siapakah dia mengalami ujian ini? Tentu saja, ujian tersebut dilakukan oleh Iblis. Ujian itu dilakukan secara pribadi oleh Iblis─tetapi ujian itu diizinkan oleh Tuhan. Apakah Tuhan memberi tahu Iblis bagaimana cara mencobai Ayub? Tuhan tidak memberitahukannya. Tuhan hanya memberikan satu syarat, dan setelah itu pencobaan menimpa Ayub. Ketika pencobaan itu menimpa Ayub, manusia dapat merasakan kejahatan dan keburukan Iblis, kedengkian dan kebenciannya terhadap manusia, dan permusuhannya terhadap Tuhan. Dalam hal ini, kita melihat bahwa betapa kejamnya pencobaan ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dapat dikatakan bahwa sifat jahat Iblis yang suka mengganggu manusia dan wajahnya yang buruk sepenuhnya terungkap pada saat ini. Iblis memanfaatkan kesempatan ini, kesempatan yang diberikan atas izin Tuhan, untuk membuat Ayub mengalami kekejaman yang ganas dan tanpa belas kasihan, yang cara dan tingkat kekejamannya tidak dapat dibayangkan dan sama sekali tidak tertahankan oleh manusia zaman sekarang. Daripada mengatakan bahwa Ayub dicobai Iblis, dan bahwa dia berdiri teguh dalam kesaksiannya selama pencobaan ini, lebih baik mengatakan bahwa dalam ujian yang ditetapkan baginya oleh Tuhan, Ayub memulai pertarungan melawan Iblis untuk melindungi kesempurnaan dan kejujurannya, dan mempertahankan jalannya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dalam pertarungan ini, Ayub kehilangan sekawanan besar kambing domba, dia kehilangan semua hartanya, dan dia kehilangan putra-putrinya—tetapi dia tidak meninggalkan kesempurnaan, kejujuran, atau rasa takutnya akan Tuhan. Dengan kata lain, dalam pertarungan melawan Iblis ini, dia lebih suka kehilangan harta dan anak-anaknya daripada kehilangan kesempurnaan, kejujuran, dan takutnya akan Tuhan. Dia lebih suka berpegang teguh pada prinsip mengenai apa artinya menjadi manusia. Alkitab memberikan uraian ringkas mengenai seluruh proses bagaimana Ayub kehilangan hartanya, dan juga mencatat tingkah laku dan sikap Ayub. Uraian pendek dan ringkas ini memberi kesan bahwa Ayub hampir-hampir tenang saja dalam menghadapi pencobaan ini, tetapi jika apa yang sebenarnya terjadi harus diulang kembali, ditambah lagi dengan sifat jahat si Iblis—maka segala sesuatunya tidak akan sesederhana atau semudah seperti yang diuraikan dalam kalimat-kalimat ini. Kenyataannya jauh lebih kejam. Seperti itulah tingkat kehancuran dan kebencian dengan mana Iblis memperlakukan umat manusia dan semua orang yang diperkenan oleh Tuhan. Jika Tuhan tidak meminta agar Iblis tidak mencelakai Ayub, Iblis pasti akan membunuhnya tanpa rasa bersalah. Iblis tidak ingin siapa pun menyembah Tuhan, dan dia juga tidak menginginkan orang-orang yang benar di mata Tuhan dan mereka yang tak bercela dan jujur dapat tetap takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Karena orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan berarti mereka menjauhi dan meninggalkan Iblis, dan karena itu Iblis memanfaatkan izin dari Tuhan untuk melampiaskan semua kemarahan dan kebenciannya terhadap Ayub tanpa belas kasihan. Jadi, jelas betapa hebat siksaan yang diderita Ayub, dari pikiran hingga tubuhnya, dari luar hingga ke dalam. Pada zaman sekarang, kita tidak memahami bagaimana peristiwa itu terjadi pada waktu itu, dan dari kisah-kisah Alkitab, hanya dapat memperoleh gambaran sekilas tentang perasaan Ayub ketika dia mengalami siksaan pada waktu itu.

Kejujuran Ayub yang Tak Tergoyahkan Mempermalukan Iblis dan Menyebabkan Iblis Lari Ketakutan

Dan apa yang Tuhan lakukan ketika Ayub mengalami siksaan ini? Tuhan mengamati, dan menyaksikan, dan menunggu hasilnya. Ketika Tuhan mengamati dan menyaksikan, bagaimana perasaan-Nya? Tentu saja, Dia merasa sangat sedih. Tetapi, sebagai akibat dari kesedihan-Nya, dapatkah Dia menyesali izin yang diberikan-Nya kepada Iblis untuk mencobai Ayub? Jawabannya adalah Tidak. Dia tidak dapat menyesalinya. Karena Dia sangat yakin bahwa Ayub tak bercela dan jujur, bahwa dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Tuhan telah memberi Iblis kesempatan untuk membuktikan kebenaran Ayub di hadapan Tuhan dan mengungkapkan kejahatan dan kekejiannya sendiri. Selain itu, ini adalah kesempatan bagi Ayub untuk membuktikan kebenarannya dan sikapnya yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan di hadapan manusia di dunia, Iblis, dan bahkan mereka yang mengikuti Tuhan. Apakah hasil akhirnya membuktikan bahwa penilaian Tuhan tentang Ayub benar dan tanpa kesalahan? Apakah Ayub benar-benar mengalahkan Iblis? Di sini kita membaca Ayub mengucapkan kata-kata yang sangat menunjukkan siapa dirinya, kata-kata yang merupakan bukti bahwa dia telah mengalahkan Iblis. Dia berkata: “Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dengan telanjang aku juga akan kembali ke situ.” Inilah sikap ketaatan Ayub kepada Tuhan. Selanjutnya, dia lalu berkata: “Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh.” Kata-kata yang diucapkan oleh Ayub ini membuktikan bahwa Tuhan mengamati kedalaman hati manusia, bahwa Dia mampu melihat ke dalam pikiran manusia, dan kata-kata ini membuktikan bahwa perkenan-Nya atas Ayub adalah tanpa kesalahan, bahwa orang yang diperkenan Tuhan ini adalah orang yang benar. “Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh.” Kata-kata ini adalah kesaksian Ayub kepada Tuhan. Kata-kata sederhana inilah yang menakutkan Iblis, yang mempermalukannya dan menyebabkannya melarikan diri dengan panik, dan selain itu, yang membelenggu Iblis dan membuatnya tidak berdaya. Demikian juga, kata-kata ini membuat Iblis merasakan keagungan dan kekuatan dari perbuatan Tuhan Yahweh, dan membuatnya merasakan kharisma luar biasa dari orang yang hatinya diatur oleh jalan Tuhan. Selain itu, kata-kata ini menunjukkan kepada Iblis daya hidup kuat yang ditunjukkan oleh seorang manusia kecil dan tidak penting dalam menaati jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dengan demikian, Iblis dikalahkan dalam pertarungan yang pertama. Meskipun telah memiliki “wawasan yang diperolehnya dengan susah payah,” itu, Iblis tidak berniat melepaskan Ayub, juga tidak ada perubahan sedikit pun dalam sifat jahatnya. Iblis berusaha untuk terus menyerang Ayub, dan karena itu sekali lagi ia datang ke hadapan Tuhan …

dari “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia

Konten terkait:

Pekerjaan yang sibuk memengaruhi renungan rohani, dan hubungan dengan Tuhan telah terasing. Bagaimana kita dapat memulihkan renungan harian yang normal? Firman Tuhan Hari ini adalah pilihan yang bagus untuk dekat dengan Tuhan.

Tinggalkan komentar